
Persona adalah wajah sosial kita. Semacam topeng yang kita rancang – secara sadar atau tidak – untuk memberi kesan kepada orang lain sekaligus menutupi sifat asli diri kita. Istilah awamnya, persona itu adalah pencitraan yang anda buat.
Bertahan dalam satu topeng saja akan membuat kita sulit beradapatasi dalam variasi lingkungan dan level sosial yang luas.
Kuat memegang prinsip kedalam, dinamis dalam interaksi keluar.
Lalu muncul pertanyaan, hidup penuh topeng seperti itu bukankah sebuah kemunafikan?
Persona beda dengan munafiq, munafiq adalah fake people. Fake people Yang cenderung melebih lebihkan atau mengurang ngurangi.
Supaya persona fungsional dan tidak menjebak kita pada kepura-puraan dan menjebak seorang diri (self) pada tidak menjadi diri sendiri maka persona harus dibangun diatas pondasi iman yang kuat dan pondasi Tauhid yang murni.
Bertopeng sebagai bagian dari proyeksi diri yang ideal (ideal self) mesti diniatkan vertikal, karna ingin ternilai baik oleh Allah dan memaksimalkan peran baik dalam kehidupan.
Kalau persona dipakai hanya untuk mendapat penilaian manusia saja, karna alasan horisontal saja maka lambat laun sang jiwa (self) akan mengalami lelah emosi, penilaian baik dari manusia akan menarik dia untuk terus memoles dirinya untuk tampil memukau tapi hampa makna. Performancenya muncul karna tarikan penilaian manusi bukan karna adanya panggilan jiwa (calling of life) akan hidup yang penuh makna (meaningful life)
Seperti menenggak air laut, terus minum tapi tak kunjung hilang hausnya.
Hidupnya terus berjalan menuju kekeringan makna.
Sesuatu yang Persona, visual, material akan menjebak kita pada perbudakan imajinasi dan keyakinan fatamorgana. Kecuali kita memandang sang pencipta dibalik itu semua.
Contoh konteks: ada tetatangga yang tiap malam suka mengganggu kenyamanan tidur kita karena sering menyalakan musik dengan volume kencang. Saat bertemu kita tetap menyapa dengan ramah, menampilkan senyuman, seolah kita tidak pernah kesal kepadanya.
Pointnya sekarang adalah? Ada siapa dibalik sapaan ramah dan senyuman indah yang kita personakan itu? Adakah karna sang Pencipta dibalik itu semua? Ataukah hanya karena tetangga kita kaya raya misalnya..?!
By. Emron Muhammad
Komentar